Monday, April 28, 2008

Ketepatan Informasi

Dalam hal keuangan, ketepatan informasi bersifat sangat kritis, sangat penting. Informasi yang disampaikan dalam bidang keuangan tidak boleh menyesatkan, menyimpang, atau memberi harapan yang kosong.

Misalnya, RePro Agency dan Sequislife tidak pernah dan tidak akan pernah menjanjikan apa pun juga mengenai hasil investasi di masa yang akan datang. Kami tidak pernah mengatakan, "oh hasilnya pasti 44% terus menerus" karena jika memberikan pernyataan demikian, kami memberikan informasi yang keliru.

Yang benar adalah, pada kenyataannya rata-rata hasil investasi kalau dihitung bunga majemuk dari tahun 2002 hingga akhir 2006, besarnya adalah 44% per tahun. Kalau dihitung tahunan penuh (karena tahun 2002 tidak penuh setahun) dari 2003 hingga akhir 2007, besar rata-rata hasil investasi adalah 53,94%. Ini adalah hasil investasi yang sudah terjadi.

Perlu dicatat: kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan, tidak ada jaminan apa pun bahwa hal yang sama akan terulang kembali tahun depan.

Hanya saja, memang dari sini kita bisa melihat sesuatu bukti bahwa memang perusahaan yang terlibat di dalam bisnis ini adalah yang terbaik. Ada pengelola yang baik, yang menerapkan sistem yang ketat dan disiplin, untuk menumbuhkan dana yang kita investasikan. Schroders diisi oleh para profesional yang luarbiasa, Sequislife hebat, demikian pula dengan tim RePro Agency.

Namun, keadaan ekonomi bisa naik dan turun, dan kita lihat bahwa hari-hari ini tingkat kesulitan semakin tinggi. Inflasi tinggi. Harga minyak sepertinya tidak akan turun di bawah 100 US$ atau kembali seperti dahulu. Masa semua murah dan mudah sudah berakhir, sekarang kita semua harus berjuang, berupaya lebih keras.

Pengaruhnya, tentu saja hasil investasi pun turun. Mungkin tahun ini tidak sampai 44%. Malah dalam periode Jan - Mar 2008, justru turun. Hanya, memang turunnya investasi kita tidak setajam penurunan produk unit link lain. Kalau sudah turun, sesuai dengan hasil penelitian, arahnya akan naik kembali. Sudah turun, akan terus naik lagi.

Bagaimana pun, kita hanya menawarkan tingkat bunga sesuai dengan yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Barangkali, untuk sementara waktu memang hasil perkiraan ini lebih mendekati, di mana tentunya kita berharap lebih.

Apakah ada yang berharap memiliki perlindungan yang lebih pasti? Tidak ada perlindungan yang mutlak sempurna di jaman ini. Tetapi kita semua berhak untuk mendapatkan informasi yang paling tepat, tanpa ditutup-tutupi. Kiranya semua ini mendatangkan ketenteraman hati bagi kita sekalian.

Salam sukses!

Saturday, March 15, 2008

Sequis RePro Agency Website

Mulai dari pertengahan Maret 2008, RePro Agency mempunyai website sendiri, dengan alamat:

http://www.sequis-reproagency.com

Silakan kunjungi website kami, juga dipromosikan. Ada banyak hal yang bisa didapatkan di sana! Dengan begitu, blog Blue Ocean Networking akan lebih banyak berisi artikel yang spesifik.

Sunday, February 24, 2008

Investasi Yang Lebih Baik

Saat ini kita mempunyai prakiraan ekonomi (economic outlook) yang lumayan buruk. Kondisinya cukup runyam, karena harga minyak bumi benar-benar menembus batas psikologis US$ 100 per barrel. Seminggu ini merupakan hari-hari yang menegangkan dan menyusahkan bagi para analis dan pemodal, di mana fundamental ekonomi Indonesia turut mendapat tekanan berat. Akibatnya, kita semua melihat bagaimana APBN direvisi kembali, dengan perubahan asumsi-asumsi. Harga minyak bumi diasumsikan rata-rata mencapai US$ 83 per barrel di tahun 2008. Di saat yang sama, asumsi target penyedotan minyak bumi (lifting) diturunkan menjadi 910.000 barrel per hari, dari tadinya di atas satu juta. Ini dibuat karena kenyataannya penyedotan minyak ya sebanyak itu.


Investasi apa yang lebih baik? Kondisi sulit, pasar susah ditebak...


Saya mengecek berapakah Nilai Aktiva Bersih dari Equity Fund Sequislife. Tanggal 21 Februari 2008 besarnya: Rp 13.497,21. Ini naik 1,84% dari hari sebelumnya, Rp 13.254,56. Perlu dicatat; harga tertinggi sebelum NAB turun adalah Rp 13.686. Ini berarti posisi di tanggal 21 Februari sudah tidak terlalu jauh lagi.


Artinya: di saat semua sedang memikirkan tentang penurunan, kenyataannya Equity Fund mengalami kenaikan. Coba lihat seperti apa indeks Bursa Efek Indonesia, atau disebut juga Jakarta Composite Index (^JKSE). Untuk melihatnya, bisa memakai Yahoo! Finance (http://finance.yahoo.com/q/bc?s=%5EJKSE). Wow, di saat hampir semuanya jatuh, nyatanya indeks ini masih mengalami kenaikan. Lihat pada kecenderungannya, dalam grafik kita bisa melihat bahwa arahnya masih positif. Itulah sebabnya, kita masih mendapatkan NAB yang membaik, betapapun berita-beritanya buruk.


Kenapa bisa begitu? Karena, sifat dan kemampuan mendapatkan laba dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Secara bersama-sama, semuanya masih mendapatkan untung, walaupun kondisi di luar merugi. Itu memberikan suatu pertanda: betapapun juga, kekuatan lokal harus diperhitungkan. Mungkin saja secara global, kondisinya memburuk, tetapi fundamental negara berbeda dari fundamental perusahaan. Gangguan pada APBN memang berat bagi sejumlah besar pengusaha, namun untuk banyak perusahaan publik, keadaannya tidak seberat atau separah itu. Ambil saja contoh, PT Telkom Tbk. Semua bisa ramai-ramai, tetapi perusahaan ini masih tetap saja untung, bukan?


Tidak ada yang tahu, berapa lama akan menjadi seperti ini. Satu hal yang kita ketahui, bahwa kita perlu mengambil kesempatan ini untuk melindungi masa depan kita. Jangan ragu-ragu untuk berinvestasi, selama kita masih diberi kemampuan lebih. Sukses bagi kita sekalian!


Powered by Qumana


Saturday, February 23, 2008

Investasi Bukan Pilihan, Melainkan Keharusan

Sebuah berita dari Antara tersaji sebagai berikut (http://antara.co.id/arc/2008/2/1/inflasi-januari-2008-tertinggi-selama-4-tahun-terakhir/):


01/02/08 17:58


Inflasi Januari 2008 Tertinggi Selama 4 Tahun Terakhir


Jakarta (ANTARA News) - Inflasi Januari 2008 yang mencapai 1,77 persen tergolong paling tinggi selama empat tahun terakhir, terutama didorong oleh kenaikan harga di kelompok bahan makanan yaitu 2,77 persen dan kelompok sandang sebesar 2,31 persen serta di kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 2,02 persen.

....


Artinya apa? Ini berarti, secara fundamental rakyat Indonesia kembali harus berfokus pada kebutuhan mendasar: makanan, pakaian, dan tempat tinggal, sebelum dapat memikirkan hal lain. Tekanan pada sisi yang mendasar ini membuat orang tidak dapat berpikir untuk berbelanja hal lain, mengkonsumsi barang-barang lain. Akibatnya, 'barang-barang lain' menjadi tidak laku. Toko yang menjualnya mengalami kerugian, stok menumpuk. Lalu distributornya akan menghadapi penjualan yang melambat, stok mereka lebih banyak lagi. Dan akhirnya, pabrik kehilangan order, padahal mereka sendiri punya banyak stok bahan baku.


Kalau stok banyak, perputaran uang melambat dan berhenti, akan muncul masalah arus kas yang besar. Orang yang menaruh barang akhirnya harus membayar kepada pemasoknya, tapi mereka tidak punya uang. Mau mengembalikan barang juga tidak diterima, karena pemasok sendiri pun punya sediaan barang menumpuk di gudang; lagipula barang yang dikembalikan seringkali tidak layak untuk dijual lagi. Yang ada adalah tagihan yang harus dibayar... tapi tidak bisa, uangnya terbatas. Akhirnya, utang dibayar hanya separuhnya saja, daripada tidak dapat uang sama sekali. Perusahaan-perusahaan mengalami kerugian.


Kalau rugi, lantas bagaimana membayar gaji? Tidak bisa. Kalau dibayar pun, mungkin sekali ada pemotongan. PHK terjadi di mana-mana. Ini membuat lebih banyak lagi orang yang tidak punya uang, lebih sedikit lagi ekonomi bisa berjalan...


Seandainya hal semacam ini terjadi pada SELURUH sektor usaha, maka yang terjadi adalah RESESI. Kalau hanya terjadi di beberapa sektor usaha saja, belum menjadi resesi tetapi jelas ada masalah di sana. Inflasi tinggi TIDAK SAMA dengan resesi, tetapi dapat membuat beberapa bidang mengalami kesulitan besar. Mungkin bukan resesi, tapi juga tidak memberikan pertumbuhan gaji untuk banyak orang. Apa yang dapat kita temukan di sini?


Secara makro, pertumbuhan ekonomi mungkin nampak bagus. Tapi, pertumbuhan ekonomi dilihat dari besarnya transaksi ekonomi yang terjadi, bukan tentang ke mana uang beredar. Kalau perusahaan untung, tidak berarti semua karyawannya mendapat kenaikan gaji. Bagaimana posisi kita, jika hanya menjadi karyawan? Kalau keadaan menguntungkan, yang paling untung adalah pemegang saham. Kalau keadaan sukar, yang paling berat adalah karyawan. Lalu seperti apa masa depan orang-orang yang menerima gaji?


Baiklah, jika kita bukan karyawan, maka bukan gaji yang kita terima. Kita jadi pengusaha...dan keadaan kita tergantung dari sektor usaha. Kalau usaha kita ada di bidang yang tetap aktif, kita cukup aman. Namun, jika usaha kita berada di sektor yang sedang mengalami stagnasi, jadi pengusaha malah lebih berat. Bukan saja tidak terima gaji, malah harus menanggung beban usaha, membayar stok yang menumpuk tidak terjual!


Sekarang, masa depan akan datang, tidak peduli apa pun kondisi hari ini. Kita semua menjadi semakin tua, dengan perubahan-perubahan yang menyertainya. Melihat keadaan sekarang, dapatkah kita menentukan kemampuan kita untuk mengumpulkan sejumlah besar uang dalam waktu singkat? Kecuali kita berada pada posisi yang baik sekali -- sesuatu yang hanya dimiliki oleh 3%-5% penduduk Indonesia -- kita adalah bahaya kehancuran secara finansial.


Apa solusinya? Kita harus berinvestasi. Sekarang, berinvestasi bukan lagi suatu pilihan dari bentuk menabung. Berinvestasi adalah keharusan yang tidak dapat dielakkan siapa saja yang masih berharap untuk bertahan dalam sistem ekonomi modern. Dengan berinvestasi, kita masih dapat menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan mengambil posisi sebagai investor di pasar modal, sekalipun bentuknya hanya sebagai pemilik unit link. Selagi sekarang ini masih ada tabungan untuk dikonversi menjadi investasi, lakukan sekarang!


Besok, ketika tabungan sudah benar-benar habis, mau berinvestasi pun tidak sanggup lagi. Berinvestasilah sekarang, selamatkan masa depan rakyat negeri ini!


Powered by Qumana


Tuesday, February 12, 2008

RePro NEO

Mulai tahun 2008, kita mempunyai sesuatu yang baru, yang menarik. Namanya RePro NEO


Pertama-tama, pikirkanlah hal ini: bagaimana seseorang dapat memutuskan untuk menjadi pebisnis dalam Savingplus? Ia tentu memerlukan pengarahan-pengarahan mendasar. Cara kerja. Aturan main. Singkatnya, segala sesuatu yang ia perlukan untuk memulai bisnis baru ini. Tidak terlalu panjang, tidak seperti RePro Basic Course yang cukup panjang, tapi sudah cukup untuk menolong setiap orang mulai mengundang dan melihat bagaimana mudahnya menjalankan bisnis ini.


Untuk itu, kami menyediakan NEO: New Executives Orientation. Kata NEO juga berarti hal baru, suatu pembaharuan, suatu perkembangan. Dengan mengikuti RePro NEO, seseorang diperbaharui untuk masuk dalam bisnis yang luarbiasa: Savingplus.


Ok, NEOs, selamat memulai bisnis yang cerah ini!


Salam sukses!


Donny A. Wiguna


Powered by Qumana


Monday, January 21, 2008

Resesi?

Awal tahun 2008 diisi dengan berita-berita yang mengejutkan, sekaligus membuat cukup banyak orang merasa panik. Isi dari berita itu adalah: resesi. Di bulan Januari 2008, harga minyak bumi sempat menyentuh angka US$ 100 per barrel, walau segera turun lagi. Lalu ada laporan keuangan kuartal keempat 2007 yang menunjukkan kerugian lembaga-lembaga besar di Amerika. Tambah lagi dengan tingkat pengangguran yang tinggi di negeri Paman Sam ini, dan dijatuhi bencana-bencana yang parah, badai, banjir, dan musim dingin yang dahsyat.


Akibat dari semua kondisi ini, produktivitas di Amerika menurun. Pasar sahamnya anjlok, merembet pada semua pasar saham lain di dunia. Pasar saham di negara kita turut terpengaruh, membuat IHSG anjlok cukup dalam. Ketika minggu lalu Citigroup mengumumkan kerugiannya di kuartal keempat US$ 9,83 MILYAR (atau kira-kira Rp 85 TRILIUN), pasar mengalami goncangan keras. Seberapa banyak kita harus takut?


Mari kita lihat. Yang pertama, ternyata pertumbuhan di Indonesia masih cukup tinggi. Sejumlah analis mengharapkan pertumbuhan ekonomi 2008 mencapai 7% (atau kurang sedikit dari angka ini). Bank Indonesia meluncurkan paket-paket untuk mendorong kredit kepada usaha menengah, sehingga dengan agunan yang sama bisa diperoleh modal yang lebih besar. Dengan semua ini, diharapkan jumlah pengangguran yang lebih dari 10 juta orang di akhir tahun dapat diserap pada lapangan kerja baru. Sementara itu, BI bersama Pemerintah bertekad untuk mempertahankan angka inflasi tahun 2008 sebesar 5% +/- 1% di tahun 2008, lalu 4,5% +/- 1% di tahun 2009, dan 4% +/- 1% di tahun 2010. Kalau ada pekerjaan dan inflasi rendah, maka daya beli masyarakat meningkat, konsumsi meningkat, dan perekonomian juga meningkat. Itu teorinya.


Dalam praktek, kita lihat bahwa bursa saham kita masih didominasi oleh saham-saham bluechips, yang dikeluarkan emiten besar seperti Telkom, BCA, dan Astra. Ada sesuatu yang menarik untuk diperhatikan di sini: betapa pun keadaan ekonomi naik dan turun, perusahaan-perusahaan ini hampir selalu meraih laba setiap tahun. Kenapa? Karena, masih banyak perusahaan yang menjalankan monopoli dan oligopoli di Indonesia. Telepon kabel di rumah, sampai hari ini nyatanya masih dimonopoli Telkom. Urusan mobil, pemain terbesarnya masih Astra. Urusan bank, pemain terbesarnya masih BCA. Masih lama waktunya sebelum ada pesaing-pesaing menggerogoti keuntungan mereka.


Sebegitu besar keuntungannya, sehingga pemilik saham Telkom merasa berkepentingan mengendalikan persaingan. Mereka adalah perusahaan Temasek dari Singapura, yang mendapatkan untung besar setelah membeli mayoritas saham Telkom. Untuk memperbesar keuntungan, mereka juga membeli banyak saham Indosat -- pesaing terdekat Telkom. Kemudian, perkembangan dan agresivitas Indosat ditahan, agar Telkom tetap untung. Praktek ini diketahui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang kemudian menjatuhkan hukuman kepada Temasek dan Telkom diharuskan menurunkan harga. Ramai, sangat ramai.


Indonesia juga masih mempunyai banyak komodita, berupa bahan-bahan tambang dan hasil-hasil pertanian, yang sangat dicari orang. Apalagi di India dan China, yang sekarang ini pertumbuhan industrinya bukan main pesat. Ekspor Indonesia pun sekarang lebih banyak mengalir ke Asia daripada ke Amerika, sehingga sebenarnya penurunan order dari Amerika tidak terlalu berakibat fatal. Memang turun, memang untuk banyak pengusaha jadinya cukup merugikan, tapi secara keseluruhan tidak sampai 'membunuh' pasar. Masih ada surplus dari ekspor Indonesia ke negara-negara Asia dan Timur Tengah, memberikan keuntungan yang signifikan.


Faktor lainnya adalah kenyataan bahwa Pemerintah sampai hari ini masih lebih banyak melindungi pasar modal ketimbang pasar riil. Kita bisa lihat bagaimana jadinya dengan produk pertanian, seperti kedelai, jagung, dan minyak kelapa sawit (CPO = Crude Palm Oil). Sedikit latar belakang: satu dekade lalu, pertanian di Amerika surplus kedelai. Di sana ada panen kedelai yang berlimpah, sehingga diekspor ke seluruh dunia. Kedelai ini juga masuk ke Indonesia dan harganya lebih murah daripada produksi kedelai dalam negeri.


Kalau sudah begini, petani tidak mau rugi terus menerus menanam kedelai yang harganya murah. Jadi, banyak petani mengalihkan lahannya menanam tanaman lain. Soal lain di balik ini adalah: ada kecenderungan untuk melindungi perusahaan yang mengimpor kedelai, sehingga kran impornya dibuka lebar, membuat petani Indonesia harus bersaing langsung dengan pasar global. Pemerintah jelas lebih melindungi kepentingan pemodal yang terlibat di sini.


Beberapa waktu kemudian, terjadilah perang Amerika melawan terorisme. Sejak saat itu harga minyak bumi mulai melambung, karena di saat yang sama ekonomi China melonjak tajam, sehingga dari negara pengekspor kini berbalik menjadi pengimpor. Untuk mempertahankan suplai minyak, di Amerika mulai diproduksi bahan bakar alternatif yang dibuat dari jagung. Kini jagung bukan hanya untuk konsumsi manusia, tapi juga jadi konsumsi mesin. Tentu saja, harga jagung melonjak tajam. Kita mengalami saat-saat di mana kenaikan jagung menyebabkan kenaikan harga pakan ternak (karena lebih dari 50% komposisi makanan ternak adalah jagung), dan ujung-ujungnya kenaikan harga daging dan telur di pasar.


Begitu harga jagung melonjak, banyak petani di Amerika beralih dari kedelai kini menanam jagung, karena lebih menguntungkan. Selebihnya masih menanam kedelai, karena memang sudah mempunyai pasar. Sayangnya, keadaan cuaca membuat panen, semua panen, terganggu. Panen gandum, panen kedelai, dan banyak bahan makanan lain rusak karena kondisi alam yang terjadi di seluruh Amerika Utara dan Kanda, juga di Australia. Karuan saja, harga kedelai meningkat tajam, dalam 1 tahun kenaikannya 100%. Hari ini, harga kedelai menjadi tinggi, demikian juga dengan harga terigu.


Sementara itu, di negara tropis pun konversi bahan bakar alternatif dari tanaman terus berjalan, bukan dari jagung melainkan minyak kelapa sawit. CPO kini diminati karena dapat diubah menjadi biodiesel yang berkualitas tinggi. Seperti jagung, demikian juga harga CPO -- yang jadi bahan baku minyak goreng -- menjadi semakin tinggi dari hari ke hari. Satu pemantauan di pasar menunjukkan kenaikan harga minyak goreng curah sebesar Rp300-Rp500 per kg. Semua ini menekan pasar riil, menekan kebutuhan dasar banyak orang di Indonesia. Siapa yang untung? Perusahaan!


Jadi, sementara pasar riil tertekan, sebaliknya perusahaan-perusahaan yang mengelola semua transaksi ini mengalami keuntungan, dan mereka kemudian masuk ke pasar modal / go-public untuk mendapatkan lebih banyak permodalan, membangun lebih banyak pabrik. Tidak sulit untuk melihat bahwa kenaikan di pasar modal telah membawa bursa Indonesia menjadi yang terbesar di luar China. Siapa yang untung? Sebagian besar investor di bursa adalah orang-orang asing. Kenaikan ini menggembirakan orang dari Singapura, dari Malaysia, dari Australia, dari Amerika, dari mana saja.... sayangnya, rakyat Indonesia sendiri tidak tahu dan tidak kebagian berinvestasi, karena tidak tahu caranya atau tidak punya cukup modal.


Tahun 2008 mungkin akan menjadi buruk bagi pasar riil, dengan masalah bahan makanan, masalah energi -- kelangkaan minyak, gas LPG, dan proses konversi minyak tanah yang kontroversial. Untuk perusahaan-perusahaan kecil yang tidak mempunyai basis yang kuat, manajemen yang baik, rasanya sukar sekali bertahan. Hanya usaha-usaha yang fundamental: makanan, kesehatan, pendidikan, telekomunikasi, dan transportasi, yang masih dapat bertahan dan membesar. Tetapi untuk perusahaan besar, semua yang masuk ke pasar modal, masih ada harapan yang tinggi. IHSG diperkirakan masih akan naik hingga melampaui angka 3000.


Dapatkah kita melawan arah? Bagaimana dengan orang-orang yang ada di papan menengah, apa yang dapat mereka lakukan untuk tetap memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting dalam jangka panjang?


Semakin penting bagi kita semua untuk memahami investasi, reksa dana, dan unit link, sebagai cara untuk tetap mendapatkan bagian keuntungan dari pasar modal, sementara kita sendiri tidak mempunyai akses langsung atau modal yang besar ke sana. Dengan berada di reksa dana secara pasif, investor pada equity fund masih mendapat lebih dari 50% dalam jangka waktu 1 tahun 2007. Seandainya return tahun 2008 di bawah itu, rasanya tidak akan kurang dari 30%, apalagi kalau benar inflasi bisa ditekan dan pertumbuhan ekonomi mencapai 7% seperti yang direncanakan.


Sekarang masalahnya adalah waktu; seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memberitahu, mengajarkan, sampai orang memahami dan memutuskan? Investasi berkaitan erat dengan waktu, semakin cepat semakin baik. Tetapi berinvestasi tanpa pemahaman adalah hal yang berbahaya, karena sekarang ini banyak juga tawaran-tawaran yang kelihatan menggiurkan tetapi sebenarnya menjebak orang dalam kerugian.


Selamat berinvestasi, mumpung sekarang NAB sedang turun. Ingatlah, hanya dengan 500 ribu rupiah pun cukup, jadi mengapa harus menunggu sampai bisa berinvestasi ratusan juta?


Salam sukses,


Donny


Powered by Qumana