Sunday, February 24, 2008

Investasi Yang Lebih Baik

Saat ini kita mempunyai prakiraan ekonomi (economic outlook) yang lumayan buruk. Kondisinya cukup runyam, karena harga minyak bumi benar-benar menembus batas psikologis US$ 100 per barrel. Seminggu ini merupakan hari-hari yang menegangkan dan menyusahkan bagi para analis dan pemodal, di mana fundamental ekonomi Indonesia turut mendapat tekanan berat. Akibatnya, kita semua melihat bagaimana APBN direvisi kembali, dengan perubahan asumsi-asumsi. Harga minyak bumi diasumsikan rata-rata mencapai US$ 83 per barrel di tahun 2008. Di saat yang sama, asumsi target penyedotan minyak bumi (lifting) diturunkan menjadi 910.000 barrel per hari, dari tadinya di atas satu juta. Ini dibuat karena kenyataannya penyedotan minyak ya sebanyak itu.


Investasi apa yang lebih baik? Kondisi sulit, pasar susah ditebak...


Saya mengecek berapakah Nilai Aktiva Bersih dari Equity Fund Sequislife. Tanggal 21 Februari 2008 besarnya: Rp 13.497,21. Ini naik 1,84% dari hari sebelumnya, Rp 13.254,56. Perlu dicatat; harga tertinggi sebelum NAB turun adalah Rp 13.686. Ini berarti posisi di tanggal 21 Februari sudah tidak terlalu jauh lagi.


Artinya: di saat semua sedang memikirkan tentang penurunan, kenyataannya Equity Fund mengalami kenaikan. Coba lihat seperti apa indeks Bursa Efek Indonesia, atau disebut juga Jakarta Composite Index (^JKSE). Untuk melihatnya, bisa memakai Yahoo! Finance (http://finance.yahoo.com/q/bc?s=%5EJKSE). Wow, di saat hampir semuanya jatuh, nyatanya indeks ini masih mengalami kenaikan. Lihat pada kecenderungannya, dalam grafik kita bisa melihat bahwa arahnya masih positif. Itulah sebabnya, kita masih mendapatkan NAB yang membaik, betapapun berita-beritanya buruk.


Kenapa bisa begitu? Karena, sifat dan kemampuan mendapatkan laba dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Secara bersama-sama, semuanya masih mendapatkan untung, walaupun kondisi di luar merugi. Itu memberikan suatu pertanda: betapapun juga, kekuatan lokal harus diperhitungkan. Mungkin saja secara global, kondisinya memburuk, tetapi fundamental negara berbeda dari fundamental perusahaan. Gangguan pada APBN memang berat bagi sejumlah besar pengusaha, namun untuk banyak perusahaan publik, keadaannya tidak seberat atau separah itu. Ambil saja contoh, PT Telkom Tbk. Semua bisa ramai-ramai, tetapi perusahaan ini masih tetap saja untung, bukan?


Tidak ada yang tahu, berapa lama akan menjadi seperti ini. Satu hal yang kita ketahui, bahwa kita perlu mengambil kesempatan ini untuk melindungi masa depan kita. Jangan ragu-ragu untuk berinvestasi, selama kita masih diberi kemampuan lebih. Sukses bagi kita sekalian!


Powered by Qumana


Saturday, February 23, 2008

Investasi Bukan Pilihan, Melainkan Keharusan

Sebuah berita dari Antara tersaji sebagai berikut (http://antara.co.id/arc/2008/2/1/inflasi-januari-2008-tertinggi-selama-4-tahun-terakhir/):


01/02/08 17:58


Inflasi Januari 2008 Tertinggi Selama 4 Tahun Terakhir


Jakarta (ANTARA News) - Inflasi Januari 2008 yang mencapai 1,77 persen tergolong paling tinggi selama empat tahun terakhir, terutama didorong oleh kenaikan harga di kelompok bahan makanan yaitu 2,77 persen dan kelompok sandang sebesar 2,31 persen serta di kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 2,02 persen.

....


Artinya apa? Ini berarti, secara fundamental rakyat Indonesia kembali harus berfokus pada kebutuhan mendasar: makanan, pakaian, dan tempat tinggal, sebelum dapat memikirkan hal lain. Tekanan pada sisi yang mendasar ini membuat orang tidak dapat berpikir untuk berbelanja hal lain, mengkonsumsi barang-barang lain. Akibatnya, 'barang-barang lain' menjadi tidak laku. Toko yang menjualnya mengalami kerugian, stok menumpuk. Lalu distributornya akan menghadapi penjualan yang melambat, stok mereka lebih banyak lagi. Dan akhirnya, pabrik kehilangan order, padahal mereka sendiri punya banyak stok bahan baku.


Kalau stok banyak, perputaran uang melambat dan berhenti, akan muncul masalah arus kas yang besar. Orang yang menaruh barang akhirnya harus membayar kepada pemasoknya, tapi mereka tidak punya uang. Mau mengembalikan barang juga tidak diterima, karena pemasok sendiri pun punya sediaan barang menumpuk di gudang; lagipula barang yang dikembalikan seringkali tidak layak untuk dijual lagi. Yang ada adalah tagihan yang harus dibayar... tapi tidak bisa, uangnya terbatas. Akhirnya, utang dibayar hanya separuhnya saja, daripada tidak dapat uang sama sekali. Perusahaan-perusahaan mengalami kerugian.


Kalau rugi, lantas bagaimana membayar gaji? Tidak bisa. Kalau dibayar pun, mungkin sekali ada pemotongan. PHK terjadi di mana-mana. Ini membuat lebih banyak lagi orang yang tidak punya uang, lebih sedikit lagi ekonomi bisa berjalan...


Seandainya hal semacam ini terjadi pada SELURUH sektor usaha, maka yang terjadi adalah RESESI. Kalau hanya terjadi di beberapa sektor usaha saja, belum menjadi resesi tetapi jelas ada masalah di sana. Inflasi tinggi TIDAK SAMA dengan resesi, tetapi dapat membuat beberapa bidang mengalami kesulitan besar. Mungkin bukan resesi, tapi juga tidak memberikan pertumbuhan gaji untuk banyak orang. Apa yang dapat kita temukan di sini?


Secara makro, pertumbuhan ekonomi mungkin nampak bagus. Tapi, pertumbuhan ekonomi dilihat dari besarnya transaksi ekonomi yang terjadi, bukan tentang ke mana uang beredar. Kalau perusahaan untung, tidak berarti semua karyawannya mendapat kenaikan gaji. Bagaimana posisi kita, jika hanya menjadi karyawan? Kalau keadaan menguntungkan, yang paling untung adalah pemegang saham. Kalau keadaan sukar, yang paling berat adalah karyawan. Lalu seperti apa masa depan orang-orang yang menerima gaji?


Baiklah, jika kita bukan karyawan, maka bukan gaji yang kita terima. Kita jadi pengusaha...dan keadaan kita tergantung dari sektor usaha. Kalau usaha kita ada di bidang yang tetap aktif, kita cukup aman. Namun, jika usaha kita berada di sektor yang sedang mengalami stagnasi, jadi pengusaha malah lebih berat. Bukan saja tidak terima gaji, malah harus menanggung beban usaha, membayar stok yang menumpuk tidak terjual!


Sekarang, masa depan akan datang, tidak peduli apa pun kondisi hari ini. Kita semua menjadi semakin tua, dengan perubahan-perubahan yang menyertainya. Melihat keadaan sekarang, dapatkah kita menentukan kemampuan kita untuk mengumpulkan sejumlah besar uang dalam waktu singkat? Kecuali kita berada pada posisi yang baik sekali -- sesuatu yang hanya dimiliki oleh 3%-5% penduduk Indonesia -- kita adalah bahaya kehancuran secara finansial.


Apa solusinya? Kita harus berinvestasi. Sekarang, berinvestasi bukan lagi suatu pilihan dari bentuk menabung. Berinvestasi adalah keharusan yang tidak dapat dielakkan siapa saja yang masih berharap untuk bertahan dalam sistem ekonomi modern. Dengan berinvestasi, kita masih dapat menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan mengambil posisi sebagai investor di pasar modal, sekalipun bentuknya hanya sebagai pemilik unit link. Selagi sekarang ini masih ada tabungan untuk dikonversi menjadi investasi, lakukan sekarang!


Besok, ketika tabungan sudah benar-benar habis, mau berinvestasi pun tidak sanggup lagi. Berinvestasilah sekarang, selamatkan masa depan rakyat negeri ini!


Powered by Qumana


Tuesday, February 12, 2008

RePro NEO

Mulai tahun 2008, kita mempunyai sesuatu yang baru, yang menarik. Namanya RePro NEO


Pertama-tama, pikirkanlah hal ini: bagaimana seseorang dapat memutuskan untuk menjadi pebisnis dalam Savingplus? Ia tentu memerlukan pengarahan-pengarahan mendasar. Cara kerja. Aturan main. Singkatnya, segala sesuatu yang ia perlukan untuk memulai bisnis baru ini. Tidak terlalu panjang, tidak seperti RePro Basic Course yang cukup panjang, tapi sudah cukup untuk menolong setiap orang mulai mengundang dan melihat bagaimana mudahnya menjalankan bisnis ini.


Untuk itu, kami menyediakan NEO: New Executives Orientation. Kata NEO juga berarti hal baru, suatu pembaharuan, suatu perkembangan. Dengan mengikuti RePro NEO, seseorang diperbaharui untuk masuk dalam bisnis yang luarbiasa: Savingplus.


Ok, NEOs, selamat memulai bisnis yang cerah ini!


Salam sukses!


Donny A. Wiguna


Powered by Qumana