Tuesday, November 27, 2007

Memahami Reksa Dana (Mutual Fund)

Kita semua sudah mendengar kata ini: 'investasi'. Bahkan di Amerika, lebih dari 80 juta rumah tangga telah melakukan 'investasi'. Apa yang disebut sebagai 'investasi' di sini sebenarnya adalah Mutual Fund, atau dalam bahasa Indonesia disebut Reksa Dana. Sedemikian seringnya disebut, tetapi ternyata banyak orang yang tidak mengerti apa Reksa Dana.

Reksa Dana atau Mutual Fund sebenarnya merupakan suatu bentuk bekerja berpatungan. Kita mungkin sudah pernah melakukannya: agar bisa mendapatkan sesuatu barang yang mahal, kita beramai-ramai mengumpulkan uang untuk membeli barang tersebut. Nanti barangnya dipakai secara bergilir, sehingga semua dapat merasakan manfaat dari barang itu. Masing-masing mendapatkan bagian manfaat yang serupa -- sesuatu yang dianggap sangat berguna -- tanpa harus mengeluarkan dana sendiri sebesar yang dibutuhkan.

Dalam dunia investasi, kita mengenal saham dan obligasi atau surat utang, sebagai sarana berinvestasi. Jika seseorang mempunyai satu atau dua saham saja, ada resiko besar yang harus ditanggung oleh orang itu sendiri. Menurut dogma "jangan menaruh semua telur di dalam satu keranjang", maka semakin banyak saham dan obligasi yang dimiliki, maka tingkat resiko yang ditanggungnya pun akan semakin kecil. Dikatakan bahwa orang itu mempunyai portofolio yang terdiversifikasi. Begitu satu saham jatuh, ada saham lain yang naik. Jadi, bagi orang yang mempunyai permodalan yang besar dan kuat, justru resiko yang harus ditanggungnya menjadi semakin ringan.

Karena itu, untuk benar-benar berinvestasi secara aman dan menguntungkan, orang membutuhkan dana yang amat sangat besar -- berapa banyak orang yang sanggup menyediakan modal raksasa? Ini seperti membutuhkan barang yang sangat bagus, tetapi harganya sangat mahal. Sedikit saja orang yang sanggup membelinya sendiri, sehingga satu-satunya cara adalah berpatungan sehingga terkumpul dana yang cukup besar.

Untuk berinvestasi, tentu saja dibutuhkan seseorang atau satu lembaga yang memahami bagaimana mengelola dana yang besar ini. Demikianlah kita kemudian mengenal adanya Manajer Investasi, atau disebut juga Fund Manager, yang mengelola dana secara profesional untuk mendapatkan hasil optimal (maksimal dalam hasil, minimal dalam resiko). Manajer Investasi mengelola dana yang sedemikian besarnya, sehingga tingkat resikonya menjadi lebih rendah. Dalam Reksa Dana Saham, misalnya, perubahan pada satu atau dua saham tidak akan menjatuhkan keseluruhan Reksa Dana karena selalu ada peningkatan dari saham-saham lain. Biaya transaksi pun menjadi lebih rendah, karena skala ekonomis yang tercapai. Lagipula, dengan banyaknya investor yang terlibat, dana masuk dan keluar dengan cepat -- berarti tingkat likuiditas (uang tunai) yang lebih tinggi. Tidak ada hambatan penalti karena mengambil dana yang belum jatuh tempo seperti di deposito bank.

Bagaimana dana dikumpulkan? Dalam hal ini, Manajer Investasi (MI) tidak dapat bekerja sendiri. MI harus didampingi oleh Bank Kustodian, sebagai pihak yang menerima kumpulan dana dan menyimpan efek-efek yang diperoleh dari transaksi investasi yang dilakukan. Maka, MI dan Bank Kustodian bekerja sama, kemudian MI menerbitkan apa yang disebut "Prospektus" atau penawaran kepada publik. Contoh prospektus Schroders untuk Equity Fund bisa didapatkan di sini: Prospektus SDPP

MI misalnya merencanakan untuk mengumpulkan dana sebesar Rp. 1.000.000.000.000 (Satu Trilyun) dari masyarakat. Jadi ia menawarkan agar orang menyertakan modalnya dalam satuan "unit", sebanyak 1.000.000.000 (Satu Milyar) unit, dengan nilai penyertaan modal sebesar Rp. 1.000 per unit. Masyarakat bisa berinvestasi dengan menyetorkan dana untuk ditukarkan dengan sejumlah unit. Misalnya Bapak A berniat berinvestasi sebesar Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) maka, Bapak A akan mendapatkan kurang lebih 1000 unit. Dalam perhitungan sebenarnya ada biaya yang dikenakan, tapi soal biaya kita kesampingkan dahulu agar jangan membingungkan.

Kemana Bapak A menyetorkan investasinya? Ia menyetorkan dana ke bank kustodian, seperti juga semua orang lain yang bergabung. Setiap kali ada dana yang masuk, MI akan memberi perintah transaksi kepada bank kustodian, misalnya untuk dibelikan sejumlah besar saham-saham, dengan nilai yang berbeda-beda. Karena dana yang terkumpul besar, maka portofolio saham yang dibentuk dapat menjadi amat beragam, ratusan saham diperoleh. MI tidak hanya memberi perintah membeli, tapi juga menjual saham, sehingga diperoleh peningkatan nilai.

Disinilah ada perbedaan antara satu MI dengan MI lainnya. Ada MI yang berinvestasi di saham-saham kecil, dengan imbal hasil tinggi dan resiko tinggi. Ada MI yang berinvestasi di saham besar, blue-chip, yang harganya relatif stabil dan mengharapkan pendapatan dari dividen. Setelah melalui jangka waktu tertentu, nilai total saham yang diperoleh akan menjadi semakin tinggi. Dalam jangka panjang, nilai reksadana saham pasti membesar.

Mengapa nilai reksadana saham pasti membesar dalam jangka panjang? Karena saham merupakan penyertaan modal di perusahaan, yang harus memiliki kesehatan ekonomis tertentu. Perusahaan yang masuk bursa harus mampu menunjukkan keuntungan dalam penjualan, agar perbandingan harga saham dengan pendapatannya (PER = Price to Earning Ratio) rendah. Orang akan memburu saham yang PER-nya rendah! Memang tidak mungkin sebuah perusahaan selalu untung -- ada tahun-tahun di mana perusahaan terbaik pun merugi. Namun dalam jangka panjang, keseluruhan dari usaha haruslah meningkat. Perusahaan yang terus menerus merugi akan terlempar keluar dari pasar saham, direstrukturisasi, atau diakuisisi.

Kembali ke ilustrasi di atas, misalnya saja setelah 5 tahun ternyata nilai harta yang dikelola MI tersebut, setelah dihitung oleh bank kustodian, menjadi Rp 6.000.000.000.000 (Enam Trilyun). Karena jumlah unitnya tetap 1 Milyar, maka sekarang nilai per unitnya menjadi Rp. 6.000. Bapak A yang sudah mempunyai 1.000 unit kini memiliki investasi senilai Rp.6 juta, naik enam kali lipat dari investasinya semula. Kalau dihitung dengan rumus bunga majemuk, rata-rata kenaikan per tahunnya kira-kira sebesar 43%.

Dalam prakteknya, tentu ada perhitungan biaya. Dalam Reksa Dana, pada prinsipnya ada 2 macam biaya yang dikenakan:

1. Biaya awal / initial charges / loading cost. Ini adalah biaya pertama yang dibebankan kepada nasabah, setiap kali nasabah membeli unit. Besarnya antara 2% - 5%, jadi misalnya Bapak A berinvestasi Rp 1 juta, yang dibelikan unit sebesar Rp 950.000. Ini menjadi beban Pemegang Unit.

2. Biaya tahunan yang dikenakan atas jasa manajemen yang diberikan, disebut juga management expense ratio (MER). Semakin sulit dan kompleks pengelolaan, semakin tinggi pula MER yang dikenakan. Dalam Reksa Dana, MER seringkali sudah dimasukkan ke dalam perhitungan nilai unit, atau disebut sebagai "Beban Reksa Dana", besarnya ditetapkan dalam prospektus yang disampaikan.

Sekarang, kalau dana sudah terkumpul, ke mana saja MI dapat menjalankan investasinya?

Pada hakekatnya, ada 3 macam instrumen investasi dasar:
1. Saham
2. Obligasi
3. Pasar Uang

Tentang saham, kurang lebih sudah kita bahas di atas. Yang penting untuk diingat: dalam jangka pendek, investasi di reksadana saham paling beresiko; dalam jangka panjang, investasi di reksadana saham paling aman.

Lalu ada lagi yang disebut obligasi / bonds, atau dalam bahasa biasanya: surat utang. Obligasi yang mendominasi pasar saat ini diterbitkan oleh Pemerintah, disebut SUN (Surat Utang Negara), yang dikeluarkan secara berseri. Yang menjadi patokan/benchmark sekarang adalah SUN berbunga tetap 10 tahun seri FR028. Obligasi Pemerintah ini tingkat kepastiannya lebih tinggi, karena didanai Anggaran Belanja Negara. Kecuali Pemerintah mengalami keruntuhan, imbal hasil obligasi negara bersifat sangat aman sehingga disebut risk free.

Obligasi dikeluarkan dengan suatu nilai muka / Face Value tertentu, misalnya saja Rp 1 Milyar, yang memberi bunga secara tetap, misalnya 8%, yang disebut kupon. Jadi setiap tahun penerbit obligasi akan memberikan bunga sebesar 8% dari Rp 1 Milyar, atau Rp 80 juta. Kupon bisa diberikan sekaligus setahun sekali, tapi ada juga yang memberikan per semester, jadi setengah tahun sekali akan memberi bunga Rp 40 juta. Karena itulah, obligasi disebut juga berpendapatan tetap. Setelah tiba jatuh tempo -- misalnya 10 tahun kemudian -- investasinya dikembalikan Rp 1 Milyar.

Dalam prakteknya, orang tidak harus memegang obligasi dari mulai terbit sampai saat jatuh tempo. Orang bisa memperjualbelikan obligasi, dan harganya bisa berubah-ubah. Pengaruhnya begini: ketika orang membutuhkan tempat berinvestasi yang lebih aman, maka obligasi dicari karena sifat obligasi yang pasti. Namun dengan tingginya inflasi, maka nilai bunga yang diberikan secara riil akan menjadi semakin kecil. Kalau banyak yang menginginkan obligasi, maka harga obligasi akan naik. Kalau banyak yang menjual obligasi, maka harga obligasi akan turun.

Ketika harga obligasi dijual lebih tinggi dari Face Value-nya, maka dikatakan obligasi dijual pada tingkat harga premium. Ketika dijual lebih rendah, dikatakan obligasi dijual pada tingkat harga diskon. Di sini kita pun dapat mengetahui imbalan / yield dari obligasi, yaitu besarnya bunga dibandingkan harga obligasi. Misalnya tadi, dengan nilai bunga tetap Rp 80 juta, harga obligasi menjadi Rp 1,2 M, maka yieldnya = 80/1200 = 6,6%. Sebaliknya kalau harga obligasi menjadi Rp 800 juta, maka yieldnya = 80/800 = 10%. Kita lihat, kalau harga naik maka yield akan turun, sebaliknya kalau harga turun yield akan naik.

Reksadana Pendapatan Tetap membeli dan menjual obligasi, di mana efek yang dihitung adalah harga dari obligasi. Karena harganya bisa naik dan turun, maka investasi pada obligasi pun bisa membesar atau mengecil. Karena sifat pastinya itu, maka harga obligasi hampir tidak berfluktuasi dalam jangka pendek, kecuali ketika terjadi masalah dalam negeri. Penyebabnya: pembeli SUN hari ini masih didominasi oleh investor dari luar negeri.

Reksadana Pasar Uang berinvestasi pada pasar uang jangka pendek yang bersifat sangat cair. Karena itu, harga unit pada reksadana Pasar Uang selalu hanya Rp. 1000, sedangkan peningkatan nilai tercermin dengan bertambahnya jumlah unit. Pasar Uang biasanya digunakan berpasangan dengan saham atau obligasi, untuk mempermudah aliran uang yang terjadi ke dalam investasi. Pasar Uang sendiri bersifat jangka pendek (<1 tahun).

Begitulah tentang Reksa Dana, semoga menambah wawasan kita sekalian.

Salam,
Donny A. Wiguna